Senin, 15 November 2010

Alap-alap putih Elang Putih



The Javan Eagle population in Halimun mountain is almost extinct, menyusul kerusakan kawasan hutan lindung akibat adanya penebangan liar yang dilakukan masyarakat.
“Saat ini populasi elang jawa yang ada tercatat sebanyak 19 ekor dan sebelumnya mencapai 200 ekor,” kata Petugas Pengendalian Ekosistem Hutan di Kawasan Tanaman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Dede Nugraha, Rabu.
Menurut dia, menyusutnya populasi burung yang dilindungi pemerintah itu disebabkan tanaman hutan yang dijadikan sumber makanan menepis bahkan beberapa titik menghilang akibat adanya penebangan liar.
Saat ini, menurut dia, elang jawa yang ada hanya tersebar di daerah Cikaniki, Blok Wates dan Gunung Endut sekitar kawasan hutan lindung TNGHS.
Oleh karena itu, pihaknya bersama petugas polisi hutan secara berkala terus melakukan monitoring keberadaan elang jawa, sehingga satwa langka itu tidak terancam punah.
Hingga saat ini, lanjut Dede, berdasarkan hasil monitoring di lapangan hanya sebanyak 19 ekor burung elang jawa yang masih berkeliaran di kawasan hutan konservasi TNGHS.
Akan tetapi, satwa langka itu hingga sekarang belum juga berkembang-biak karena adanya kerusakan kawasan hutan taman nasional itu.
Ia mengatakan, untuk mencegah kepunahan elang jawa di kawasan hutan Gunung Halimun-Salak, maka pihaknya selain melakukan pengamanan ketat juga memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan konservasi.
Kawasan hutan lindung TNGHS yang meliputi tiga Kabupaten yakni Lebak, Bogor dan Sukabumi, banyak satwa spesies yang dilindungi pemerintah. Misalnya, elang jawa, owa abu-abu, macan tutul dan lainnya, katanya.
“Kami meminta masyarakat jangan sampai terjadi pemburuan satwa-satwa langka karena akan merugikan anak cucu kita,” ujarnya menambahkan.
Sementara itu, Kepala Seksi Pengelolaan TNGHS wilayah Kabupaten Lebak, Pepen Rachmat, mengemukakan bahwa hingga saat ini spesies elang yang ada di hutan konservasi terdapat sebanyak 16 jenis, diantaranya elang jawa, elang hitam, elang alap-alap nipon, elang brontak, elang perut karet, elang alap-alap tikus, elang besar laut, dan elang alap-alap jawa.
“Spesies elang tersebut tetap dimonitor petugas, agar tidak terjadi kepunahan,” katanya.
Cintai mereka jangan biarkan mereka punah

Harimau Bali

Mei 18, 2008 pada 8:53 am


Harimau Bali (Panthera tigris balica) adalah subspesies harimau yang sudah punah yang dapat ditemui di pulau Bali, Indonesia. Harimau ini adalah salah satu dari tiga sub-spesies harimau di Indonesia bersama dengan harimau Jawa (juga telah punah) dan harimau Sumatera (spesies terancam) Harimau ini adalah harimau terkecil dari tiga sub-spesies; harimau terakhir ditembak pada tahun 1925, dan sub-species ini dinyatakan punah pada tanggal 27 September 1937. Karena besar pulau yang kecil, hutan yang terbatas, populasi yang tidak pernah lebih besar dan dianggap tidak ada yang selamat hari ini. Spesies ini punah karena kehilangan habitat dan diburu.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TANGGAL 27 JANUARI 1999 Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi No. Nama Ilmiah Nama Indonesia

SATWA
I. MAMALIA (Menyusui)
1 Anoa depressicornis Anoa dataran
rendah, Kerbau pendek
2 Anoa quarlesi Anoa pegunungan
3 Arctictis binturong Binturung
4 Arctonyx collaris Pulusan
5 Babyrousa babyrussa Babirusa
6 Balaenoptera musculus Paus biru
7 Balaenoptera physalus Paus bersirip
8 Bos sondaicus Banteng
9 Capricornis sumatrensis Kambing Sumatera
10 Cervus kuhli; Axis kuhli Rusa Bawean
11 Cervus spp. Menjangan, Rusa sambar
(semua jenis dari genus Cervus)
12 Cetacea Paus
(semua jenis dari famili Cetacea)
13 Cuon alpinus Ajag
14 Cynocephalus variegatus Kubung,
Tando, Walangkekes
15 Cynogale bennetti Musang air
16 Cynopithecus niger Monyet hitam Sulawesi
17 Dendrolagus spp. Kanguru pohon
(semua jenis dari genus Dendrolagus)
18 Dicerorhinus sumatrensis Badak Sumatera
19 Dolphinidae Lumba-lumba air laut
(semua jenis dari famili Dolphinidae)
20 Dugong dugon Duyung
21 Elephas indicus Gajah
22 Felis badia Kucing merah
23 Felis bengalensis Kucing
hutan, Meong congkok
24 Felis marmorota Kuwuk
25 Felis planiceps Kucing dampak
26 Felis temmincki Kucing emas
27 Felis viverrinus Kucing bakau
28 Helarctos malayanus Beruang madu
29 Hylobatidae Owa, Kera tak berbuntut (semua jenis dari famili Hylobatidae)
30 Hystrix brachyura Landak
31 Iomys horsfieldi Bajing terbang ekor merah
32 Lariscus hosei Bajing tanah bergaris
33 Lariscus insignis Bajing tanah, Tupai tanah
34 Lutra lutra Lutra
35 Lutra sumatrana Lutra Sumatera
36 Macaca brunnescens Monyet Sulawesi
37 Macaca maura Monyet Sulawesi
38 Macaca pagensis Bokoi, Beruk Mentawai
39 Macaca tonkeana Monyet jambul
40 Macrogalidea musschenbroeki Musang Sulawesi
41 Manis javanica Trenggiling, Peusing
42 Megaptera novaeangliae Paus bongkok
43 Muntiacus muntjak Kidang, Muncak
44 Mydaus javanensis Sigung
45 Nasalis larvatus Kahau, Bekantan
46 Neofelis nebulusa Harimau dahan
47 Nesolagus netscheri Kelinci Sumatera
48 Nycticebus coucang Malu-malu
49 Orcaella brevirostris Lumba-lumba air tawar, Pesut
50 Panthera pardus Macan kumbang, Macan tutul
51 Panthera tigris sondaica Harimau Jawa
52 Panthera tigris sumatrae Harimau Sumatera
53 Petaurista elegans Cukbo, Bajing terbang
54 Phalanger spp. Kuskus (semua jenis dari genus Phalanger)
55 Pongo pygmaeus Orang utan, Mawas
56 Presbitys frontata Lutung dahi putih
57 Presbitys rubicunda Lutung merah, Kelasi
58 Presbitys aygula Surili
59 Presbitys potenziani Joja, Lutung Mentawai
60 Presbitys thomasi Rungka
61 Prionodon linsang Musang congkok
62 Prochidna bruijni Landak Irian, Landak semut
63 Ratufa bicolor Jelarang
64 Rhinoceros sondaicus Badak Jawa
65 Simias concolor Simpei Mentawai
66 Tapirus indicus Tapir, Cipan, Tenuk
67 Tarsius spp. Binatang hantu, Singapuar (semua jenis dari genus Tarsius)
68 Thylogale spp. Kanguru tanah (semua jenis dari genus Thylogale)
69 Tragulus spp. Kancil, Pelanduk, Napu (semua jenis dari genus Tragulus)
70 Ziphiidae Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Ziphiidae)

yang Cantik namun Terancam Sirna

Dewi
| 19 April 2010 | 12:55 via Mobile Web

Pernah tahu yang namanya anggrek hitam ? Nama yang unik ya..? Anggrek yang identik dengan bunga yang cantik diikuti kata hitam. Apakah ini berarti anggreknya berbunga warna hitam ?  Hmm, tadinya aku pun berharap demikian. Pasti unik sekali, karena selama ini, belum sekali pun aku menemukan tanaman berbunga hitam !
Namun, coba amatilah gambar ini. Lho, ko gini.. ko ga ada hitam-hitamnya ? Kelopak dan mahkotanya berwarna hijau tu.. Trus mana hitamnya..? Coba lihatlah dengan cermat lidahnya. Hehehe, ada bentol-bentol hitamnya kan..?  “Ahhh, penamaan yang menyesatkan..!” Demikianlah kata seorang teman ketika melihat anggrek ini untuk pertama kalinya.
coelogyne-pandurata dicopas dari www.anggrek.org
coelogyne-pandurata dicopas dari www.anggrek.org
Buat yang belum tahu, anggrek ini adalah flora identitas propinsi Kalimantan Timur. Sering dijumpai di hutan Kalimantan Timur, terutama di Kersik  Luway. Hanya bisa dijumpai di sanakah..? Ga juga sih, karena Coelogyne pandurata Lindley, nama ilmiah anggrek ini tersebar juga di Brunei, Malaysia: Sabah dan Serawak, Sumatra, Kalimantan pada umumnya dan di Philipina: Mindanao, Luzon dan pulau Samar.
Anggrek ini tumbuh epifit pada pohon tua, di dekat pantai atau di daerah rawa dataran rendah yang cukup panas. Namun, ia pun dapat beradaptasi di tempat yang berketinggian di atas 1000 m dpl. Ko tahu ? Iya, karena anggrek ini mampu tumbuh normal dan berbunga sebagaimana mestinya meskipun ditanam di taman yang cukup ternaungi di kebun raya Eka Karya Bali yang berketinggian 1250 m. So, bagi yang penasaran, ingin melihatnya secara langsung, datang saja ke kebun kami periode April-Mei atau Agustus-Oktober.
Harapanku, bunga ini tetap jadi flora identitas Kaltim, sampai kapan pun. Ko gitu, kenapa ? Karena sekarang anggrek ini sudah terancam punah.  Penyebab pertama: deforestasi. Seperti yang kita tahu laju deforestasi hutan di negara kita ini begitu tinggi. Di Kalimantan saja, laju deforestasinya mencapai  362.821 hektar per tahun (KLH, 2009). Ketika pohon yang menjadi habitatnya ditebang, maka lenyap pulalah anggrek hitam. Sebab kedua kepunahan adalah perburuan manusia. Bagi pecintanya, anggrek ini begitu populer. Kata hitam yang mengikutinya menimbulkan rasa penasaran. Tak heran jika mereka rela memburunya dengan harga berapa pun. Hal inilah yang mendorong makin meningkatnya perburuan anggrek di alam.
Memang ga bisa ya anggrek hitam dikembangkan, dibudidayakan melalui cara lain ? Bisa sih, misalnya melalui kultur jaringan. Hasil yang dicapai dari proses itu cukup signifikan. Tapi sayangnya, prosesnya rumit, butuh waktu, modal dan tidak mudah dilakukan orang awam. Oleh karena itu, orang lebih suka memanennya langsung di alam.
Tak adakah perlindungan terhadapnya ? Ada PP Nomor 7 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa jenis-jenis anggrek  tertentu ini dilindungi dan dilarang diperdagangkan bebas (kecuali hasil penangkaran). Namun seperti PP dan peraturan lainnya, tak ada tajinya. Minim penegakan sehingga tak mampu meredakan perburuan di alam bebas. Kata seorang teman, berkarung-karung anggrek yang dipanen langsung dari hutan bisa bebas diperdagangkan di sebuah pasar di pedalaman Kalimantan, dengan harga mulai dari Rp 25.000,-.
paphiopedilum_glaucophyllum, copy right tercantum dicopas dari www.rrambey2003.blogspot.com
paphiopedilum_glaucophyllum, copy right tercantum dicopas dari www.rrambey2003.blogspot.com
Hal serupa sekarang juga terjadi pada spesies Paphiopedilum spp. Pada Cites Appendix II,  spesies ini dinyatakan terancam punah. Secara fisik, spesies ini pun tak kalah cantiknya dengan anggrek hitam. Tadinya, anggrek ini mudah dijumpai di hutan sekitar Bedugul. Namun kini sudah tak ada lagi, berganti posisi di lapak-lapak tanaman hias yang ada di sepanjang jalan Bedugul. Dijual dengan harga mulai Rp 50.000,-. Bunganya yang cantik, membuat para pecinta anggrek tergiur untuk membelinya. Sayangnya, antusiasme ini tak  disertai pengetahuan bahwa anggrek ini hanya mampu tumbuh di dataran tinggi. Pengunjung yang sebagian besar berdomisili di daerah dataran rendah tidak tahu bahwa memaksakan Paphiopedillum ditanam di dataran rendah hanya akan berakhir sia-sia.
Sungguh sedih rasanya, kekayaan alam yang disediakan gratis oleh Tuhan buat kita, lagi-lagi harus lenyap karena keserakahan kita. Tak bisakah kita sekedar menikmati keindahannya melalui gambar saja tanpa harus memilikinya ?
Andai kata anda benar-benar ingin memilikinya, tolong pastikan itu adalah hasil budidaya, bukan hasil perambahan di alam. Tolong pelajari dulu sifatnya, cara perawatannya sehingga anggrek tersebut bisa tumbuh dengan baik, bukannya mati. Jika memang suatu saat anggrek itu sudah tak bisa ditemui lagi di alam, aku berharap masih bisa menemuinya di taman koleksi Anda.