Rabu, 08 Desember 2010

Peta Zonasi Ancaman Banjir Lahar Dingin Merapi

 

Jenis Peta          : Peta zonasi ancaman banjir lahar dingin Merapi
Deskrips            : Menunjukkan wilayah ancaman banjir lahar dingin Merapi
Sumber              : POKSO BNPB, 7 November 2010 jam 1700
Tanggal Pembuatan   : 7 November 2010

Sabtu, 04 Desember 2010

Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica)

Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), yang ukuran tubuhnya berada di antara ukuran tubuh subjenis harimau Sumatera dan harimau Bali, bertahan sedikit lebih lama. Pada tahun 1850-an, harimau Jawa dianggap sebagai 'gangguan' dijavan tiger beberapa daerah perkotaan dan pada tahun 1872 hadiah yang diberikan bagi sebuah kepala harimau yang terbunuh di Tegal, Jawa Tengah, adalah sekitar 3.000 gulden. Waktu itu ada beberapa lusin harimau dibunuh dalam usaha memperoleh hadiah tersebut.
Bahkan sampai abad ini harimau Jawa bukan tidak biasa ditemui dan meminta korban ratusan jiwa manusia setiap tahunnya, namun penduduk tidak mau memerangi harimau ini, karena jika mereka melakukannya, berdasarkan pengalaman, akan menyebabkan rusaknya tanaman mereka oleh serbuan kawanan babi. Meskipun demikian, seorang pemburu ulung Ledeboer mengaku telah menembak 100 ekor harimau antara tahun 1910 dan 1940. Selain itu keadaan menyedihkan yang dialami harimau ini tidak didukung oleh adanya permintaan terus-menerus dari pembuat topeng merak dan harimau Singabarong yang digunakan dalam pertunjukan tari tradisional reog ponorogo di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sampai tahun 1940 harimau sering terlihat dan ditembak di bagian selatan Jawa Barat, dan kadang-kadang beberapa ekor mencapai daerah Subang dan Cibadak. Populasi ini kemudian merosot dan mendekati pertengahan tahun 1960-an, harimau Jawa hanya ditemukan di suaka alam Ujung Kulon, Leuweung Sancang, Baluran dan Meru Betiri.
Perlawanan perjuangan rakyat pada waktu itu menyebabkan kelompok-kelompok penduduk bersenjata mencari perlindungan di berbagai kawasan tersebut. Harimau mati karena tidak tahan terhadap serangan anthrax atau karena menipisnya populasi rusa.
Tidak satu pun kawasan hutan yang tersisa di jawa pada pertengahan abad ini merupakan habitat utama harimau dan hutan ini semakin lama semakin terpenggal-penggal. Jelas bahwa kepunahan harimau Jawa terjadi karena ruang gerak tidak tersedia lagi. Kesimpulan yang sama berlaku juga bagi harimau Bali, tetapi diperburuk ketika beberapa harimau yang masih tersisa dipromosikan sebagai sasaran olah raga berburu pada tahun 1930-an.
Berbagai survai yang dilakukan oleh PHPA dan World Wide Fund for Nature pada tahun 1976, menegaskan bahwa ada tiga ekor harimau di Taman Nasional Meru Betiri, tetapi tidak ditemukan bukti-bukti adanya perkembangbiakan. Binatang-binatang ini tidak membatasi kegiatannya hanya di dalam taman, namun mereka juga tidak menggunakan seluruh kawasan berhutan yang tersedia.
Pada tahun 1979 tiga ekor harimau masih tersisa. Presiden Soeharto menekankan kebutuhan untuk melindungi harimau tersebut, namun usaha ini memerlukan relokasi 5.000 buruh perkebunan. Beberapa politikus menganggap tindakan untuk menyelamatkan beberapa ekor harimau ini terlalu berlebihan, sehingga usaha konservasinya menjadi terhambat.
Berbagai instruksi yang diperlukan untuk melindungi harimau akhirnya dikeluarkan, namun tidak pemah benar-benar dilakukan sehingga pada pertengahan tahun 1980-an harimau Jawa tidak lebih dari sekedar simbol bagi divisi tentara Siliwangi dijawa Barat, binatang buruan ini tidak ditemukan oleh mahasiswa peserta berbagai ekspedisi, dan hanya simbol dorongan hati manusia.
Meskipun Meru Betiri merupakan tempat perlindungan terakhir bagi harimau, sebenarnya bukan merupakan habitat khusus yang tepat bagi harimau, dan secara alami harimau tidak akan hidup dalam kepadatan yang sangat tinggi, karena dataran alluvial yang lebih rendah yang menyediakan populasi mangsa besar terutama rusa telah diubah menjadi perkebunan, segera sesudah Perang Dunia II .
Laporan saksi mata dan jejak -jejak harimau dilaporkan ditemukan pada tahun 1979 di lereng Gn. Slamet bagian selatan yang berhutan, namun karena tidak ada pengamatan ulang semenjak itu, tampaknya tidak ada harapan harimau tersebut dapat bertahan hidup.
Menetapkan waktu kepunahan binatang yang secara metafisik memegang peranan penting seperti harimau, sulit dilakukan karena penduduk mempunyai kesan yang melekat erat tentang harimau , tidak mengherankan jika kadang-kadang laporan mengenai harimau tunggal yang terpencil muncul di berbagai surat kabar, tetapi hampir pasti apa yang diberitakan itu adalah macan kumbang Panthera pardus yang lebih mudah menyesuaikan diri , yang nama lokalnya sangat mirip.
Meskipun tidak pernah diumumkan secara resmi, seseorang dapat menyatakan, tanpa merasa takut akan munculnya pertentangan pendapat, bahwa harimau Jawa telah punah. Bukti-bukti kuat tentang keberadaannya tidak mungkin ditunjukkan sejak 15 tahun terakhir, meskipun banyak ekspedisi yang telah dilakukan. Luas Taman Nasional Meru Betiri hanya 50 km2, kawasan seluas ini secara normal dihuni enam atau tujuh ekor harimau betina dan tiga ekor harimau jantan. Jumlah yang sedikit lebih banyak dapat dipaksakan menghuni kawasan tersebut jika harimau-harimau itu memangsa binatang ternak di sekitar Taman Nasional.
Laporan baru mengenai kematian binatang ternak yang disebabkan oleh harimau tidak ada, dan bertambahnya kepadatan harimau akan melebihi daya dukung.Jika masih ada satu atau dua ekor yang tersisa, harimau Jawa secara esensial tetap punah, terutama ditinjau dari segi ekologi dan evolusi. Kondisi mengerikan yang dialami saudara sepupunya di Sumatera. Jaringan para pemburu dan petugas dalam pengumpulan kulitnya, menjadi peringatan bahwa memburu seekor harimau bukan merupakan hal yang sulit, ikatkan seekor kambing lapar yang mengembik-embik pada sebatang pohon di tengah hutan dan dalam beberapa hari binatang buruan anda akan datang.
Sulit dipercaya jika pada waktu yang telah lalu orang tidak datang untuk mengambil spesimen yang terakhir, mengingat jutaan penduduk yang dengan mudah dapat mencapai Taman Nasional Meru Betiri, publisitas besar besaran yang menyatakan Taman Nasional ini sebagai "tempat perlindungan terakhir 'harimau' di jawa", tidak efektifnya sistem penjagaan, tingginya harga kulit harimau untuk membuat topeng Singabarong dalam jumlah besar untuk reog ponorogo, dan nilai bagian-bagian tubuh lainnya bagi pengobatan dan tingginya uang yang ditawarkan.

Senin, 15 November 2010

Alap-alap putih Elang Putih



The Javan Eagle population in Halimun mountain is almost extinct, menyusul kerusakan kawasan hutan lindung akibat adanya penebangan liar yang dilakukan masyarakat.
“Saat ini populasi elang jawa yang ada tercatat sebanyak 19 ekor dan sebelumnya mencapai 200 ekor,” kata Petugas Pengendalian Ekosistem Hutan di Kawasan Tanaman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Dede Nugraha, Rabu.
Menurut dia, menyusutnya populasi burung yang dilindungi pemerintah itu disebabkan tanaman hutan yang dijadikan sumber makanan menepis bahkan beberapa titik menghilang akibat adanya penebangan liar.
Saat ini, menurut dia, elang jawa yang ada hanya tersebar di daerah Cikaniki, Blok Wates dan Gunung Endut sekitar kawasan hutan lindung TNGHS.
Oleh karena itu, pihaknya bersama petugas polisi hutan secara berkala terus melakukan monitoring keberadaan elang jawa, sehingga satwa langka itu tidak terancam punah.
Hingga saat ini, lanjut Dede, berdasarkan hasil monitoring di lapangan hanya sebanyak 19 ekor burung elang jawa yang masih berkeliaran di kawasan hutan konservasi TNGHS.
Akan tetapi, satwa langka itu hingga sekarang belum juga berkembang-biak karena adanya kerusakan kawasan hutan taman nasional itu.
Ia mengatakan, untuk mencegah kepunahan elang jawa di kawasan hutan Gunung Halimun-Salak, maka pihaknya selain melakukan pengamanan ketat juga memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan konservasi.
Kawasan hutan lindung TNGHS yang meliputi tiga Kabupaten yakni Lebak, Bogor dan Sukabumi, banyak satwa spesies yang dilindungi pemerintah. Misalnya, elang jawa, owa abu-abu, macan tutul dan lainnya, katanya.
“Kami meminta masyarakat jangan sampai terjadi pemburuan satwa-satwa langka karena akan merugikan anak cucu kita,” ujarnya menambahkan.
Sementara itu, Kepala Seksi Pengelolaan TNGHS wilayah Kabupaten Lebak, Pepen Rachmat, mengemukakan bahwa hingga saat ini spesies elang yang ada di hutan konservasi terdapat sebanyak 16 jenis, diantaranya elang jawa, elang hitam, elang alap-alap nipon, elang brontak, elang perut karet, elang alap-alap tikus, elang besar laut, dan elang alap-alap jawa.
“Spesies elang tersebut tetap dimonitor petugas, agar tidak terjadi kepunahan,” katanya.
Cintai mereka jangan biarkan mereka punah

Harimau Bali

Mei 18, 2008 pada 8:53 am


Harimau Bali (Panthera tigris balica) adalah subspesies harimau yang sudah punah yang dapat ditemui di pulau Bali, Indonesia. Harimau ini adalah salah satu dari tiga sub-spesies harimau di Indonesia bersama dengan harimau Jawa (juga telah punah) dan harimau Sumatera (spesies terancam) Harimau ini adalah harimau terkecil dari tiga sub-spesies; harimau terakhir ditembak pada tahun 1925, dan sub-species ini dinyatakan punah pada tanggal 27 September 1937. Karena besar pulau yang kecil, hutan yang terbatas, populasi yang tidak pernah lebih besar dan dianggap tidak ada yang selamat hari ini. Spesies ini punah karena kehilangan habitat dan diburu.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TANGGAL 27 JANUARI 1999 Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi No. Nama Ilmiah Nama Indonesia

SATWA
I. MAMALIA (Menyusui)
1 Anoa depressicornis Anoa dataran
rendah, Kerbau pendek
2 Anoa quarlesi Anoa pegunungan
3 Arctictis binturong Binturung
4 Arctonyx collaris Pulusan
5 Babyrousa babyrussa Babirusa
6 Balaenoptera musculus Paus biru
7 Balaenoptera physalus Paus bersirip
8 Bos sondaicus Banteng
9 Capricornis sumatrensis Kambing Sumatera
10 Cervus kuhli; Axis kuhli Rusa Bawean
11 Cervus spp. Menjangan, Rusa sambar
(semua jenis dari genus Cervus)
12 Cetacea Paus
(semua jenis dari famili Cetacea)
13 Cuon alpinus Ajag
14 Cynocephalus variegatus Kubung,
Tando, Walangkekes
15 Cynogale bennetti Musang air
16 Cynopithecus niger Monyet hitam Sulawesi
17 Dendrolagus spp. Kanguru pohon
(semua jenis dari genus Dendrolagus)
18 Dicerorhinus sumatrensis Badak Sumatera
19 Dolphinidae Lumba-lumba air laut
(semua jenis dari famili Dolphinidae)
20 Dugong dugon Duyung
21 Elephas indicus Gajah
22 Felis badia Kucing merah
23 Felis bengalensis Kucing
hutan, Meong congkok
24 Felis marmorota Kuwuk
25 Felis planiceps Kucing dampak
26 Felis temmincki Kucing emas
27 Felis viverrinus Kucing bakau
28 Helarctos malayanus Beruang madu
29 Hylobatidae Owa, Kera tak berbuntut (semua jenis dari famili Hylobatidae)
30 Hystrix brachyura Landak
31 Iomys horsfieldi Bajing terbang ekor merah
32 Lariscus hosei Bajing tanah bergaris
33 Lariscus insignis Bajing tanah, Tupai tanah
34 Lutra lutra Lutra
35 Lutra sumatrana Lutra Sumatera
36 Macaca brunnescens Monyet Sulawesi
37 Macaca maura Monyet Sulawesi
38 Macaca pagensis Bokoi, Beruk Mentawai
39 Macaca tonkeana Monyet jambul
40 Macrogalidea musschenbroeki Musang Sulawesi
41 Manis javanica Trenggiling, Peusing
42 Megaptera novaeangliae Paus bongkok
43 Muntiacus muntjak Kidang, Muncak
44 Mydaus javanensis Sigung
45 Nasalis larvatus Kahau, Bekantan
46 Neofelis nebulusa Harimau dahan
47 Nesolagus netscheri Kelinci Sumatera
48 Nycticebus coucang Malu-malu
49 Orcaella brevirostris Lumba-lumba air tawar, Pesut
50 Panthera pardus Macan kumbang, Macan tutul
51 Panthera tigris sondaica Harimau Jawa
52 Panthera tigris sumatrae Harimau Sumatera
53 Petaurista elegans Cukbo, Bajing terbang
54 Phalanger spp. Kuskus (semua jenis dari genus Phalanger)
55 Pongo pygmaeus Orang utan, Mawas
56 Presbitys frontata Lutung dahi putih
57 Presbitys rubicunda Lutung merah, Kelasi
58 Presbitys aygula Surili
59 Presbitys potenziani Joja, Lutung Mentawai
60 Presbitys thomasi Rungka
61 Prionodon linsang Musang congkok
62 Prochidna bruijni Landak Irian, Landak semut
63 Ratufa bicolor Jelarang
64 Rhinoceros sondaicus Badak Jawa
65 Simias concolor Simpei Mentawai
66 Tapirus indicus Tapir, Cipan, Tenuk
67 Tarsius spp. Binatang hantu, Singapuar (semua jenis dari genus Tarsius)
68 Thylogale spp. Kanguru tanah (semua jenis dari genus Thylogale)
69 Tragulus spp. Kancil, Pelanduk, Napu (semua jenis dari genus Tragulus)
70 Ziphiidae Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Ziphiidae)

yang Cantik namun Terancam Sirna

Dewi
| 19 April 2010 | 12:55 via Mobile Web

Pernah tahu yang namanya anggrek hitam ? Nama yang unik ya..? Anggrek yang identik dengan bunga yang cantik diikuti kata hitam. Apakah ini berarti anggreknya berbunga warna hitam ?  Hmm, tadinya aku pun berharap demikian. Pasti unik sekali, karena selama ini, belum sekali pun aku menemukan tanaman berbunga hitam !
Namun, coba amatilah gambar ini. Lho, ko gini.. ko ga ada hitam-hitamnya ? Kelopak dan mahkotanya berwarna hijau tu.. Trus mana hitamnya..? Coba lihatlah dengan cermat lidahnya. Hehehe, ada bentol-bentol hitamnya kan..?  “Ahhh, penamaan yang menyesatkan..!” Demikianlah kata seorang teman ketika melihat anggrek ini untuk pertama kalinya.
coelogyne-pandurata dicopas dari www.anggrek.org
coelogyne-pandurata dicopas dari www.anggrek.org
Buat yang belum tahu, anggrek ini adalah flora identitas propinsi Kalimantan Timur. Sering dijumpai di hutan Kalimantan Timur, terutama di Kersik  Luway. Hanya bisa dijumpai di sanakah..? Ga juga sih, karena Coelogyne pandurata Lindley, nama ilmiah anggrek ini tersebar juga di Brunei, Malaysia: Sabah dan Serawak, Sumatra, Kalimantan pada umumnya dan di Philipina: Mindanao, Luzon dan pulau Samar.
Anggrek ini tumbuh epifit pada pohon tua, di dekat pantai atau di daerah rawa dataran rendah yang cukup panas. Namun, ia pun dapat beradaptasi di tempat yang berketinggian di atas 1000 m dpl. Ko tahu ? Iya, karena anggrek ini mampu tumbuh normal dan berbunga sebagaimana mestinya meskipun ditanam di taman yang cukup ternaungi di kebun raya Eka Karya Bali yang berketinggian 1250 m. So, bagi yang penasaran, ingin melihatnya secara langsung, datang saja ke kebun kami periode April-Mei atau Agustus-Oktober.
Harapanku, bunga ini tetap jadi flora identitas Kaltim, sampai kapan pun. Ko gitu, kenapa ? Karena sekarang anggrek ini sudah terancam punah.  Penyebab pertama: deforestasi. Seperti yang kita tahu laju deforestasi hutan di negara kita ini begitu tinggi. Di Kalimantan saja, laju deforestasinya mencapai  362.821 hektar per tahun (KLH, 2009). Ketika pohon yang menjadi habitatnya ditebang, maka lenyap pulalah anggrek hitam. Sebab kedua kepunahan adalah perburuan manusia. Bagi pecintanya, anggrek ini begitu populer. Kata hitam yang mengikutinya menimbulkan rasa penasaran. Tak heran jika mereka rela memburunya dengan harga berapa pun. Hal inilah yang mendorong makin meningkatnya perburuan anggrek di alam.
Memang ga bisa ya anggrek hitam dikembangkan, dibudidayakan melalui cara lain ? Bisa sih, misalnya melalui kultur jaringan. Hasil yang dicapai dari proses itu cukup signifikan. Tapi sayangnya, prosesnya rumit, butuh waktu, modal dan tidak mudah dilakukan orang awam. Oleh karena itu, orang lebih suka memanennya langsung di alam.
Tak adakah perlindungan terhadapnya ? Ada PP Nomor 7 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa jenis-jenis anggrek  tertentu ini dilindungi dan dilarang diperdagangkan bebas (kecuali hasil penangkaran). Namun seperti PP dan peraturan lainnya, tak ada tajinya. Minim penegakan sehingga tak mampu meredakan perburuan di alam bebas. Kata seorang teman, berkarung-karung anggrek yang dipanen langsung dari hutan bisa bebas diperdagangkan di sebuah pasar di pedalaman Kalimantan, dengan harga mulai dari Rp 25.000,-.
paphiopedilum_glaucophyllum, copy right tercantum dicopas dari www.rrambey2003.blogspot.com
paphiopedilum_glaucophyllum, copy right tercantum dicopas dari www.rrambey2003.blogspot.com
Hal serupa sekarang juga terjadi pada spesies Paphiopedilum spp. Pada Cites Appendix II,  spesies ini dinyatakan terancam punah. Secara fisik, spesies ini pun tak kalah cantiknya dengan anggrek hitam. Tadinya, anggrek ini mudah dijumpai di hutan sekitar Bedugul. Namun kini sudah tak ada lagi, berganti posisi di lapak-lapak tanaman hias yang ada di sepanjang jalan Bedugul. Dijual dengan harga mulai Rp 50.000,-. Bunganya yang cantik, membuat para pecinta anggrek tergiur untuk membelinya. Sayangnya, antusiasme ini tak  disertai pengetahuan bahwa anggrek ini hanya mampu tumbuh di dataran tinggi. Pengunjung yang sebagian besar berdomisili di daerah dataran rendah tidak tahu bahwa memaksakan Paphiopedillum ditanam di dataran rendah hanya akan berakhir sia-sia.
Sungguh sedih rasanya, kekayaan alam yang disediakan gratis oleh Tuhan buat kita, lagi-lagi harus lenyap karena keserakahan kita. Tak bisakah kita sekedar menikmati keindahannya melalui gambar saja tanpa harus memilikinya ?
Andai kata anda benar-benar ingin memilikinya, tolong pastikan itu adalah hasil budidaya, bukan hasil perambahan di alam. Tolong pelajari dulu sifatnya, cara perawatannya sehingga anggrek tersebut bisa tumbuh dengan baik, bukannya mati. Jika memang suatu saat anggrek itu sudah tak bisa ditemui lagi di alam, aku berharap masih bisa menemuinya di taman koleksi Anda.

Minggu, 14 November 2010

Letusan Bintik Matahari Ancam Bumi

Pasalnya, material yang "dimuntahkan" oleh erupsi tersebut mengarah lurus ke arah bumi.
VIVAnews - Kabar tak menyenangkan lagi-lagi datang dari ranah astronomi. Akhir minggu lalu, salah satu bintik matahari baru saja erupsi alias meletus dan menyemburkan korona dalam jumlah besar atau disebut sebagian orang sebagai badai matahari.

Adakah dampaknya terhadap bumi? Ada. Tetapi, siapa pun berharap hal itu tidak terjadi.

Jika Anda pernah mendengar berita tentang prediksi badai matahari yang terjadi di tahun 2013 nanti dan akan melumpuhkan seluruh aktivitas di bumi, kurang lebih apa yang terjadi akhir minggu lalu juga demikian. Akan tetapi, skalanya kali ini kemungkinan tidak sebesar perkiraan sebelumnya.

Pada gambar korona, atau cahaya semu di sekitar matahari, yang tertangkap oleh Solar and Heliospheric Observatory (SOHO) dan pesawat ruang angkasa kembar milik NASA, STEREO, nampak awan gas meletus keluar dari bintik matahari 1123 di sekitar bagian selatan matahari pada Jumat dini hari waktu setempat.

Letusan itu telah diklasifikasikan ilmuwan sebagai bintik surya C-4. Sayangnya, material yang "dimuntahkan" erupsi tersebut mengarah lurus ke arah bumi dengan kecepatan nyaris mendekati 500 kilometer per jam.

NASA memperkirakan awan gas tersebut akan sampai ke atmosfer bumi sekitar dua-tiga hari sejak Jumat, atau sekitar hari Minggu atau Senin waktu setempat (Florida, Amerika Serikat). "Pengamat lintang astronomi harus mewaspadai adanya aurora pada hari-hari tersebut," tutur NASA dalam keterangannya, yang dikutip VIVAnews dari TG Daily, Senin 15 November 2010.

Kabar baiknya, kali ini hanya sebagian kecil titik api yang cukup kuat untuk menghasilkan badai matahari. Namun, jika jumlah materinya cukup besar, yang mana kebanyakan mengandung proton dan elektron, tentu saja mampu menghasilkan medan magnet dan radiasi elektromagnetik ke ruang angkasa.

Hasilnya, radiasi yang muncul kemudian merusak seluruh gelombang elektromagnetik di bumi dan membuat bencana besar.

Bisakah Anda membayangkan bumi tanpa telekomunikasi? Hampir seluruh alat transportasi massal akan lumpuh, mulai dari kereta api, MRT, subway, dan tentu saja pesawat terbang.
Segala bentuk navigasi yang berbasis GPS dan berhubungan dengan satelit akan terkena imbas. Jaringan mobile dan radio akan lenyap. Dan, kemungkinan terburuk yang terjadi: beberapa hari ke depan kita hidup tanpa listrik.
Senin, 15 November 2010, 12:12 WIB
Muhammad Chandrataruna

Minggu, 07 November 2010

Bumi Sudah Semakin Sekarat

Bismillah,
Hari ini kita saksikan bahwa di mana-mana - di bumi, di Indonesia - banyak bencana… ada bencana itu ada bencana ini, ada bencana lumpur, ada gunung api, ada banjir, ada gempa, ada itu ada ini… pendek kata bukan karena itu bukan pula karena ini… tetapi salah satunya adalah karena bumi sudah tua… kalau sudah tua memang begitu… akan selalu sakit-sakitan, batuk, demam, diare, sakit otot, sakit tulang dan sebagainya. Posting  kali ini ingin mengajak kita merenung bahwa bumi tempat kita berpijak dan tinggal ini sesungguhnya sudah lama sakit… jangan2 tinggal menunggu kematiannya saja.. Terus apa persiapan kita? Apa sumbangan kita untuk ibu pertiwi yang sedang sakit dan menghadapi kematian ini?
bumi. ww.google.com
Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup
dan menghidupkan bumi sesudah matinya.
Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan
(dari dalam kuburmu).
QS. Ar Ruum : 19
BERAPA TUA UMUR BUMI?
Bumi kita ini sebenarnya sudah sangat tua. Usianya sudah hampir 5 miliar tahun. Penelitian para pakar Geologi dengan menggunakan metode radiosotop menunjukkan hal itu. Maka, tidak heran Bumi mulai memperlihatkan gejala-gejala ketuaannya. Ibarat manusia, semakin renta dan digerogoti oleh penyakit degeneratif. Tulang-tulangnya mulai rapuh, kulitnya mengeriput, otot-ototnya mengeras dan kaku, pikirannya mulai pikun…
Selama 5 miliar tahun itu, bumi telah mengalami berbagai macam peristiwa. Mulai dari kelahiran dirinya sendiri, sampai gilirannya melahirkan berbagai macam makhluk di dalamnya.
Bumi terlahir sebagai anak matahari. Ia dulu bagian dari matahari, ketika masih berbentuk awan panas alias nebula. Awan panas itu berpusar-pusar, dengan bagian tengah yang paling panas. Semakin ke pinggir semakin dingin.
Maka bagian terpinggir pun bertambah dingin, dan mengarah, pada terbentuknya padatan. Menjadi cikal bakal planet. Begitulah, berangsur-angsur terbentuk planet-planet di sekitar matahari. Termasuk planet ke tiga, yang dinamakan Bumi. Seluruh planet di tata surya kita, yang sudah diketahui, ada 8 buah. Yaitu, Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus. Sedangkan Pluto dan Xena, kini bukan kategori planet lagi.
Bumi terlahir berupa magma pijar berbentuk bola berputar. Tidak ada kehidupan apa pun pada awalnya. Karena suhunya ribuan derajat. Maka bebatuan pun leleh karenanya. Allah berfirman di dalam Al Qur’an bahwa Allah menciptakan bumi dari awan panas yang masih berupa asap.
QS. Fush shilat (41) : 11
Kemudian Dia mengarah kepada langit dan langit itu masih berupa asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”.
Di ayat yang lain Allah menginformasikan bahwa langit dan Bumi itu memang dulunya satu. Kemudian dipisahkan antara keduanya. Dalam konteks ini adalah terbentuknya tatasurya.
Ayat berikut ini bisa bermakna universal menunjuk kepada cikal bakal alam semesta, atau bersifat parsial menunjuk kepada cikal bakal tatasurya. Keduanya memiliki proses yang kurang lebih sama. Bahwa benda-benda langit berasal dari kumpulan benda langit lainnya yang lebih besar.
QS. Al Anbiyaa’ (21) : 30
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Dalam berbagai ayat, Allah bercerita bahwa penciptaan Bumi itu terjadi dalam 2 fase. Penciptaan atmosfernya dalam 2 fase. Dan menciptakan segala isinya dalam 4 fase.
banjir. google.com
QS. Fush shilat (41) : 9-10
Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? Demikian itulah Tuhan semesta alam”.
Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Ini adalah penjelasan) bagi orang-orang yang bertanya.
Ayat di atas menggambarkan bahwa Bumi diciptakan Allah dalam dua fase. Yang pertama adalah fase pembentukan habitat dan kawasannya, berupa daratan, gunung-gunung, lautan, dan berbagai fasilitas dasar. Dan yang ke dua adalah fase menciptakan berbagai makhluk hidup seperti tumbuhan, binatang dan manusia. Fase penetapan mekanisme rantai makanan bagi makhluk hidup.
Fase ke dua ini, oleh Allah dibagi lagi menjadi empat fase. Yang pertama, adalah fase ketika Allah menyiapkan komponen dasar kehidupan berupa munculnya unsur-unsur biokimiawi seperti hidrogen, oksigen, karbon dan sebagainya.
Unsur-unsur ini terbentuk di daratan maupun di udara. Di dalam Al Qur’an, Allah menyebut fase itu sebagai fase dimana makhluk manusia belum bisa disebut.
QS. Al Insaan (76) : 1
Bukankah telah datang atas manusia satu fase dari waktu, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?
Fase ke dua, adalah fase terbentuknya molekul-molekul biokimiawi, terutama air. Maka terbentuklah lautan dan mekanisme hujan. Zat utama yang bertanggungjawab atas munculnya kehidupan di muka bumi. Allah menegaskan bahwa semua makhluk hidup diciptakanNya dari air. Ada yang memahami ini secara harfiah dari molekul air. Ada juga yang memahaminya sebagai dimulai dari wilayah perairan.
QS. Al Anbiyaa’ (21) : 30
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Bagi yang memahami segala makhluk hidup diciptakan dari air, mereka menunjuk komposisi cikal bakal makhluk hidup memang didominasi oleh air. Manusia misalnya. Manusia dewasa badannya terdiri dari 70% air. Pada anak-anak lebih besar, yaitu sekitar 80%. Sedangkan pada sel telur dan sperma, komposisinya adalah 96% air. Jadi komposisi air semakin besar ketika kita mengarah ke sumber asal-usulnya.
gempa bumi. google.com
Sedangkan pemahaman yang ke dua, mengacu kepada munculnya kehidupan di muka bumi untuk pertama kalinya diperkirakan dari wilayah perairan. Kemudian menyebar ke daratan. Hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Namun demikian, kita bisa mengambil kesimpulan secara simultan, bahwa makhluk hidup diciptakan dari air dan sekaligus muncul dari wilayah perairan.
Kenapa demikian? Karena lautan yang terbentuk di permukaan bumi untuk pertama kalinya itulah tempat paling ideal untuk memulai kehidupan. Seluruh zat yang diperlukan sebagai penyusun makhluk hidup ada di dalam lautan.
Air lautan, kita tahu berasal dari berbagai wilayah di permukaan bumi. Mata airnya berasal dari berbagai pegunungan di seantero daratan. la mengalir sebagai air sungai, dan melarutkan berbagai macam mineral dari seluruh wilayah bumi. Semuanya dibawa menuju lautan. Berkumpul di air samudera. Maka, seluruh zat penyusun tubuh makhluk hidup tersedia di sini.
QS. An Nuur (24) : 45
Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
QS. Al Baqoroh (2) : 22
Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui
Air adalah komposisi utama makhluk hidup. Karena itu munculnya kehidupan di suatu planet mesti didahului oleh munculnya mekanisme sirkulasi air yang sempurna terlebih dahulu. Sehingga di ayat tersebut di atas Allah memberikan gambaran, setelah menjadikan bumi sebagai hamparan, Allah menurunkan hujan dari langit. Muncul mekanisme sirkulasi air: air hujan menyirami bumi, menghasilkan mata air, muncul sungai dan danau, lantas menuju ke lautan, dan akhirnya menguap kembali menjadi awan. Awan menghasilkan hujan yang menyebar di seluruh wilayah daratan. Mekanisme seperti ini memungkinkan munculnya kehidupan di muka bumi. Semua wilayah mendapat suplai air, dalam kadar yang berbeda-beda.
QS. Al An’aam (6) : 99
Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (keberadaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.
Itulah fase ke dua dan ke tiga dalam penciptaan makhluk hidup, munculnya mekanisme air, yang kemudian diikuti oleh munculnya tumbuhan dan binatang dalam proses rantai makanan. Allah menetapkan kadar makanan untuk kelangsungan hidup di muka bumi, demikian Dia berfirman.
Sedangkan fase yang ke empat adalah munculnya makhluk berderajat paling tinggi di muka Bumi, yaitu manusia. Masuknya manusia adalah pada fase terakhir, ketika semua fasilitas kehidupan di muka bumi telah tersedia dalam mekanisme yang sempurna. Dalam keseimbangan berkelanjutan.
Sehingga, Allah menyebut segala yang ada ini diciptakan untuk manusia. Semuanya. Baik itu berupa habitat, tumbuh-tumbuhan, maupun binatang. Tetapi celakanya, meski manusia menjadi raja atas semua fasilitas itu, kelak terbukti, manusia pula yang lantas menghancurkan segala keseimbangan di bumi. Yang kemudian mencelakakan dirinya sendiri.
QS. Al Baqoroh (2) : 29
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
QS. Al Baqoroh (2) : 205
Dan ketika ia berpaling, ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.
Begitulah Allah menciptakan Bumi sebagai habitat manusia. Planet istimewa ini telah berusia lanjut, hampir 5 miliar tahun. Meskipun kehidupan manusia modern diperkirakan baru berlangsung sekitar puluhan ribu tahun saja.
MENUNGGU KEMATIAN BUMI
Kita semua memang hidup di fase-fase terakhir dari penciptaan Bumi. Fase dimana Bumi justru sedang mendekati ajalnya. Menjelang kematiannya.
Ya, Bumi semakin tua. Kini sedang menunggu datangnya maut. Entah kapan. Yang jelas kondisinya semakin lama semakin memburuk. Para ‘dokter’ mulai khawatir, Bumi sedang memasuki sekarat. Jika, ‘pengobatan’ yang diberikan tidak tepat dan segera, maka Bumi tidak akan tertolong lagi.
Celakanya, beban Bumi bukan sedang bertambah ringan. Melainkan semakin berat. Jumlah penduduknya berlipat 400% dalam waktu 100 tahun terakhir. Dari 1,5 miliar manusia di tahun 1900-an menjadi 6 miliar dewasa ini. Memasuki tahun ke 10 abad ke-21 ini penduduk bumi sudah mencapai 7 milyar lebih, dengan 0,15 milyar ada di pulau Jawa.
Konsekuensinya, Bumi dipaksa untuk menyediakan segala keperluan dasar kehidupan manusia seperti makanan, air bersih, energi, dan lain sebagainya secara cepat. Sejak lama bumi pun goyah dan mulai hilang keseimbangan. Apalagi, manusia melakukan eksploitasinya secara brutal. Tak mempertimbangkan kondisi Bumi yang sudah melemah. Bumi benar-benar memasuki fase-fase sekarat..!!
QS. Az Zalzalah (99) : 2
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban beratnya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini)?”…
letusan gunung api. google.com
Nah teman2, jangan tambah lagi penderitaan bumi yang sudah sekarat ini.. Dengan cara apa? Kita sebaiknya hanya berkata yang baik-baik, mengerjakan yang baik2 saja, kita juga perlu berdoa kepada Sang Pemilik bumi ini supaya bumi masih dipanjangkan umurnya dan dijaga kesehatannya. Selama itu diharapkan manusia2 jahat mendapat petunjuk, bertaubat dan menjadikan bumi ini tempat yang berkah bukan tempat menerima murkah dan azab Allah…
sumber: dudung.net

Kamis, 04 November 2010

POSKO BANTUAN KWARDA DI YOGYAKARTA

Oleh : Relawan PINTAR | 27 Oktober 2010
Kwarda XII DIY membuka posko bantuan untuk didistribusikan kpd para korban &
pengungsi.
Bantuan bisa berupa : MPASI, susu bayi, bhn makan, selimut, masker, tenda,
dan logistik lain.
Bantuan bisa disalurkan/dikirim langsung ke Posko Pramuka Peduli Merapi di :
Sekretariat DKD DIY
Jl. Langensari Pengok, Yogyakarta.
Telp. (0274) 555383
Info lanjut bisa menghubungi :
Teguh P.A. (0274-6663577)
Misgianto (085743260160, 081375358055)
Riang P.A. (085228816700, 088802889403)

Minggu, 24 Oktober 2010

survival 2

Survival adalah suatu tindakan yang paling awal yang dilakukan oleh setiap makhluk yang hidup untuk mempertahankan hidupnya dari berbagai ancaman, survival adalah perjuangan agar tetap hidup.
Dilihat dari kondisi alam Indonesia maka pengetahuan survival ini harus disesuaikan, juga dengan iklim tropis yang ada di negara kita. Di Indonesia daerah yang akan ditemui adalah : hutan belantara, rawa, sungai, padang ilalang, gunung berapai dan lain sebagainya.
Ada beberapa permasalahan yang akan kita hadapi, yaitu masalah / bahaya yang ada di alam (bahaya obyektif), masalah yang menyangkut diri kita sendiri (bahaya subyektif). Ada beberapa aspek yang akan muncul dalam menghadapi survival:
1. Psikologis : panik, takut, cemas, kesepian, bingung, tertekan, dll.
2. Fisiologis : sakit, lapar, haus, luka, lelah, dll.
3. Lingkungan : panas, dingin, kering, hujan, angin, vegetasi, fauna, dll.

Ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam melakukan survival, selain faktor keberuntungan (nasib baik/pertolongan Tuhan tentunya), yaitu:
• Semangat untuk mempertahankan hidup.
• Kesiapan diri.
• Alat pendukung.

Beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi dalam menghadapi survival :
Perlindungan terhadap ancaman :

• cuaca,
• binatang,
• makanan/minuman
• penyakit

Untuk mengatasi keadaan cuaca yang dingin atau panas adalah dengan membuat bivak atau tempat berlindung sebagai sarana perlindungan yang nyaman bagi kita dari ancaman faktor-faktor alam yang ekstrim, selain itu agar badan kita tetap nyaman, usahakan selalu memakai pakaian yang kering.
Beberapa cara dan teknik pembuatan bivak dengan berbagai macam medan dan bahan yang digunakan. Fungsi utama membuat bivak adalah melindungi diri dari cuaca, binatang dll.
Makanan dan minuman juga sangat penting yang harus didapatkan dalam menghadapi keadaan yang genting dimana kita butuh tenaga / kalori untuk melakukan aktifitas. Ciri-ciri dan karakteristiknya harus kita kenali agar tidak membahayakan. Untuk lebih jelasnya silahkan lihat Zoologi dan Botani praktis.

  • Galilah lubang sedalam kira-kira 30-50 cm dengan diameter yang lebih besar dari misting / rantang (apa pun yang dapat digunakan untuk menampung air)
  • Potonglah ranting kering dengan panjang kira-kira 50 cm, siapkan selembar plastik yang cukup lebar (bisa juga menggunakan ponco / jas hujan).
  • Letakkan misting / rantang di dasar lubang, tegakkan batang / ranting tadi dan tutupi dengan pastik, jangan lupa letakkan batu disekelilingnya agar tidak mudah bergeser. (lihat gambar 1)
  • Tunggulah air menguap dari permukaan tanah.
Gambar 2, teknik pembuatannya sama dengan gambar 1 hanya saja dibuat tumpukan daun kering disekelilingnya dengan jarak yang cukup agar ponco / plastik tidak meleleh, dan nyalakan (perhatikan api jangan terlalu besar). Tunggulah air yang menguap dari permukaan tanah (hal ini dapat dilakukan kapan pun).
Api sangat berguna untuk menghangatkan tubuh kita, untuk memasak dan untuk melindungi diri kita dari ancaman binatang-binatang buas, teknik dan cara pembuatan api harus kita kuasai dengan baik. Membuat jebakan untuk mendapatkan makanan juga salah satu cara untuk tetap bertahan.

Tindakan dalam menghadapi survival :
Ingat semboyan ‘STOP’ :

S = Stop (berhenti).
T = Thinking (mulailah berpikir, dengan ketenangan berpikir akan mudah bertindak)
O = Observe (amati keadaan disekitar kita, apa yang bisa kita kerjakan)
P = Planning (buat perencanaan mengenai tindakan yang akan kita lakukan)


Sumber : Diambil dari beberapa situs dan buku tentang Teknik dasar Alam beba

tali temali


Saat ini keberadaan klub Pecinta alam tumbuh subur di bumi pertiwi ini, seperti jamur dimusim hujan. Dengan kondisi alam yang begitu mendukung kegiatan tersebut. Sebuah usaha positif dalam menyalurkan kegiatan tersebut. Namun terbersit ke khawatiran dengan banyaknya klub/kelompok pecinta alam tersebut. Apalagi bila kehadiran klub-klub ini tidak diiringi misi dan visi yang jelas dalam organisasinya. Lihat saja gunung-gunung di Indonesia, contohnya Gede-Pangrango. Begitu kotor dan penuh dengan sampah...!

Mereka yang menamakan dirinya pecinta alam seharusnya menjadi ujung tombak dalam pelestarian alam ini bukan justru sebaliknya. Makna pecinta alam dewasa ini sudah jauh dari makna yang sebenarnya.
Pecinta Alam bukanlah mereka yang yang telah menggapai atap-atap dunia, bukan mereka yang berhasil melakukan expedisi yang berbahaya, bukan pula mereka yang ahli dalam mendaki. Tapi mereka adalah orang-orang yang mau menjaga kebersihan lingkungan dimana mereka berada.

Sudah banyak manusia-manusia yang telah menggapai atap-atap dunia, tapi hanya segelintir orang yang benar-benar sebagai pecinta alam.

Semoga kita termasuk segelintir orang yang peduli dengan alam.
 
 
Clove Hitch
Figur of Eight
Fisherman / Simpul Nelayan
Lark's Head
Rolling Hitch
Round turn and Two half Hitches
Sheepshank
Sheet Bend
Double Sheet Bend
Left Handed Sheet Bend
Thief
Thumb
Timber Hitch






Bowline
  •  A commonly used knot to tie a loop in the end of a rope. It has the advantage of not jamming, compared to some other loop forming knots (for example when using an overhand knot on a large bight to form a loop).
  • Form a small loop (the direction is important), and pass the free end of the knot up through the loop, around behind the standing part of the rope, and back down through the loop.
  • A chant used by many to remember this knot is "The rabbit comes out of the hole, round the tree, and back down the hole again", where the hole is the small loop, and the rabbit is the running end of the rope.
  • In the same way that a Left Handed Sheet bend is a Sheet bend that has the running end of the rope coming out of the wrong side of the knot, a cowboy bowline is a bowline that also has the running end of the rope coming out of the wrong side of the knot. It suffers the same problems as the left handed sheet bend.
  • Tip. Don't be afraid to use this knot to form a loop of any size in rope.
  • Tip. To quickly identify if you have tied the Bowline normal or left handed, check to see that the running end exits the knot on the inside of the loop.
  • Tip. For added security, finish the knot with a stop knot such as a Figure of Eight knot to remove any possibility of the Bowline slipping.
  • Tip. If you use this knot in a man carrying situation - perhaps a rescue where a harness is unavailable - then you MUST use a stop knot as mentioned above.


Clove Hitch
  • Use to attach a rope to a pole, this knot provide a quick and secure result. It rarely jams, and can in fact suffer from the hitch unrolling under tension if the pole can turn. Often used to start and finish lashings.
  • With practice, this can be easily tied with one hand - especially useful for sailors!
  • Tip. If you are in a situation where the clove hitch may unroll, add a couple of half hitches with the running end to the standing end of the knot, turning it into a "Clove Hitch and Two Half Hitches"!
  • Tip. When pioneering, use the Round turn and two half hitches to start and finish your lashings instead of the Clove Hitch. It won't unroll, and is easier to finish tying off. It just does not look so neat!
Figur Of Eight
  • A useful "Stop" knot to temporarily bulk out the end of a rope or cord, the finished knot looks like its name. It is superior to using a Thumb Knot, because it does not jam so easily.
  • Tip: The Figure of Eight is useful to temporarily stop the ends of a rope fraying, before it is whipped.



Fisherman


  • The Fisherman's knot is used to tie two ropes of equal thickness together. It is used by fishermen to join fishing line, and is very effective with small diameter strings and twines.
  • Tie a Thumb knot, in the running end of the first rope around the second rope. Then tie a thumb knot in the second rope, around the first rope. Note the Thumb knots are tied such they lie snugly against each other when the standing ends are pulled.
  • When tying knots in monofilament line, moisten the line before pulling the knot tight. This helps to stop the line heating up with friction, which weakens it.





Lark's Head
  • The Lark's Head knot is used to loosely attach a rope to a spar or ring. The knot has two redeeming features, it is easy to tie, and it does not jam. However, it will slip fairly easily along the spar, and may slip undone when tied using man made fibre ropes.
  • Tip. This is a knot to be avoided when a secure attachment is required. The Round turn and two half hitches, and the Clove hitch are far more secure.





Rolling Hitch
  • One of the most underated knots in Scouting and Guiding, the Rolling hitch is used to attach one rope to a second, in such a manner that the first rope can be easily slid along the second.
  • The knot can be considered a Clove hitch with an additional turn.
  • When tension is applied and the ropes form a straight line, the rolling hitch will lock onto the first rope. When the tension is released, the hitch can be loosened and slid along the first rope to a new location.
  • The tension must be applied on the side of the knot with the extra turn.
  • Tip. Use this knot if you have a guy rope with no adjuster. Create a loop on the end of a second rope which is slipped over the peg. Use a rolling hitch to attach the second rope to the guyline. Alternatively, take the guyline around the peg and tie the Rolling hitch back onto the standing part of the guyline, above the peg, thus forming an adjustable loop. This is known as the Tautline Hitch in America.
  • Tip. Use this knot when constructing camp gadgets such as a suspended table. A Rolling hitch in each suspension rope will allow easy adjustment and a level table!
  • Tip. When adjustments are complete, lock the rolling hitch into place by using a stop knot such as a Figure of Eight in the first rope, below the Rolling hitch, to stop it slipping.



Round Turn and Two Half Hitches


  • Used to secure a rope to a pole, or to start or finish a lashing. Pass the running end of the rope over the pole twice. Then pass the running end over the standing part of rope, and tuck it back up and under itself, forming a half hitch. Repeat this for a second half hitch.
  • This knot has a redeeming feature - it rarely jams!
  • Tip. Superior to a Clove Hitch for starting and finishing a lashing as the half hitches prevent this knot from unrolling, as they have the effect of locking the knot. The Clove Hitch looks neater (!) but it has a tendancy to unroll, and can be difficult to tie tightly when tying off.





Sheepshank

  • The Sheepshank is a shortening knot, which enables a rope to be shortened non-destructively.
  • The knot is only really secure under tension, it will fall apart when slack. (See tip below.)
  • Tip. Use up to five half hitches each end of the Sheepshank to make the knot more secure, and for fine tuning the shortening.
  • Tip. Never cut ropes to shorten them! Always use a shortening knot such as the Sheepshank, or coil the excess.





Sheet Bend


  • The Sheetbend is commonly used to tie two ropes of unequal thickness together. The thicker rope of the two is used to form a bight, and the thinner rope is passed up through the bight, around the back of the bight, and then tucked under itself.
  • The knot should be tied with both ends coming off the same side of the bend, as illustrated here. However it can easily be accidentally tied with the ends coming off opposite sides of the bend, when it is known as the Left Handed Sheet Bend. The Left Handed Sheet Bend is to be avoided as it is less secure
  • Tip. If the ropes are of very unequal thickness, or placed under a lot of tension, use a Double Sheetbend.

 


Double Sheet Bend

  • The Double Sheetbend is a more secure form of the Sheetbend.
  • The thicker rope of the two is used to form a bight, and the thinner rope is passed up through the bight, around the back of the bight, around again before tucking under itself.
  • Tip. It is particularly useful when the thickness of the two ropes varies considerably, or when a more secure Sheetbend is required.






Left Handed Sheet Bend


  • This knot is a wrongly tied Sheetbend, a very easy mistake to make. The ends of the ropes should both come off the same side of the knot, and NOT off opposite sides as shown here. The knot strength is severely reduced, and this knot should be avoided
  • Tip. Avoid this knot under all circumstances. Always use a Sheetbend.







Thief


  • The Thief knot resembles the Reef knot at a casual glance. Note that the ends of the Thief Knot come off opposite sides of the knot. In the Reef knot, they come off the same sides.
  • However, the Thief knot has no strength whatsoever, and will slip under tension.
  • Tip. Only use this knot for tricks. NEVER use it where life and limb are at risk








Thumb


  • This is the simplist knot of all. It is commonly use to temporarily "stop" the end of a fraying rope.
  • The overhand knot is commonly tied in a bight formed at the end of a rope, forming the Overhand Loop.
  • Tip. The Thumbknot jams easily so it is far better to use a Figure of Eight knot to stop the end of a fraying rope.







Timber Hitche


  • Used to attach a rope to a log, or where security is not an issue. This knot tightens under strain, but comes undone extremely easily when the rope is slack.
  • Wrap the rope around the log, then pass the running end around the standing part of the rope. Finally twist the running end around itself three or four times. (Note: this is only shown twice in the animation.)
  • Tip: Jolly useful for dragging logs back to the camp fire!