Senin, 15 November 2010

yang Cantik namun Terancam Sirna

Dewi
| 19 April 2010 | 12:55 via Mobile Web

Pernah tahu yang namanya anggrek hitam ? Nama yang unik ya..? Anggrek yang identik dengan bunga yang cantik diikuti kata hitam. Apakah ini berarti anggreknya berbunga warna hitam ?  Hmm, tadinya aku pun berharap demikian. Pasti unik sekali, karena selama ini, belum sekali pun aku menemukan tanaman berbunga hitam !
Namun, coba amatilah gambar ini. Lho, ko gini.. ko ga ada hitam-hitamnya ? Kelopak dan mahkotanya berwarna hijau tu.. Trus mana hitamnya..? Coba lihatlah dengan cermat lidahnya. Hehehe, ada bentol-bentol hitamnya kan..?  “Ahhh, penamaan yang menyesatkan..!” Demikianlah kata seorang teman ketika melihat anggrek ini untuk pertama kalinya.
coelogyne-pandurata dicopas dari www.anggrek.org
coelogyne-pandurata dicopas dari www.anggrek.org
Buat yang belum tahu, anggrek ini adalah flora identitas propinsi Kalimantan Timur. Sering dijumpai di hutan Kalimantan Timur, terutama di Kersik  Luway. Hanya bisa dijumpai di sanakah..? Ga juga sih, karena Coelogyne pandurata Lindley, nama ilmiah anggrek ini tersebar juga di Brunei, Malaysia: Sabah dan Serawak, Sumatra, Kalimantan pada umumnya dan di Philipina: Mindanao, Luzon dan pulau Samar.
Anggrek ini tumbuh epifit pada pohon tua, di dekat pantai atau di daerah rawa dataran rendah yang cukup panas. Namun, ia pun dapat beradaptasi di tempat yang berketinggian di atas 1000 m dpl. Ko tahu ? Iya, karena anggrek ini mampu tumbuh normal dan berbunga sebagaimana mestinya meskipun ditanam di taman yang cukup ternaungi di kebun raya Eka Karya Bali yang berketinggian 1250 m. So, bagi yang penasaran, ingin melihatnya secara langsung, datang saja ke kebun kami periode April-Mei atau Agustus-Oktober.
Harapanku, bunga ini tetap jadi flora identitas Kaltim, sampai kapan pun. Ko gitu, kenapa ? Karena sekarang anggrek ini sudah terancam punah.  Penyebab pertama: deforestasi. Seperti yang kita tahu laju deforestasi hutan di negara kita ini begitu tinggi. Di Kalimantan saja, laju deforestasinya mencapai  362.821 hektar per tahun (KLH, 2009). Ketika pohon yang menjadi habitatnya ditebang, maka lenyap pulalah anggrek hitam. Sebab kedua kepunahan adalah perburuan manusia. Bagi pecintanya, anggrek ini begitu populer. Kata hitam yang mengikutinya menimbulkan rasa penasaran. Tak heran jika mereka rela memburunya dengan harga berapa pun. Hal inilah yang mendorong makin meningkatnya perburuan anggrek di alam.
Memang ga bisa ya anggrek hitam dikembangkan, dibudidayakan melalui cara lain ? Bisa sih, misalnya melalui kultur jaringan. Hasil yang dicapai dari proses itu cukup signifikan. Tapi sayangnya, prosesnya rumit, butuh waktu, modal dan tidak mudah dilakukan orang awam. Oleh karena itu, orang lebih suka memanennya langsung di alam.
Tak adakah perlindungan terhadapnya ? Ada PP Nomor 7 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa jenis-jenis anggrek  tertentu ini dilindungi dan dilarang diperdagangkan bebas (kecuali hasil penangkaran). Namun seperti PP dan peraturan lainnya, tak ada tajinya. Minim penegakan sehingga tak mampu meredakan perburuan di alam bebas. Kata seorang teman, berkarung-karung anggrek yang dipanen langsung dari hutan bisa bebas diperdagangkan di sebuah pasar di pedalaman Kalimantan, dengan harga mulai dari Rp 25.000,-.
paphiopedilum_glaucophyllum, copy right tercantum dicopas dari www.rrambey2003.blogspot.com
paphiopedilum_glaucophyllum, copy right tercantum dicopas dari www.rrambey2003.blogspot.com
Hal serupa sekarang juga terjadi pada spesies Paphiopedilum spp. Pada Cites Appendix II,  spesies ini dinyatakan terancam punah. Secara fisik, spesies ini pun tak kalah cantiknya dengan anggrek hitam. Tadinya, anggrek ini mudah dijumpai di hutan sekitar Bedugul. Namun kini sudah tak ada lagi, berganti posisi di lapak-lapak tanaman hias yang ada di sepanjang jalan Bedugul. Dijual dengan harga mulai Rp 50.000,-. Bunganya yang cantik, membuat para pecinta anggrek tergiur untuk membelinya. Sayangnya, antusiasme ini tak  disertai pengetahuan bahwa anggrek ini hanya mampu tumbuh di dataran tinggi. Pengunjung yang sebagian besar berdomisili di daerah dataran rendah tidak tahu bahwa memaksakan Paphiopedillum ditanam di dataran rendah hanya akan berakhir sia-sia.
Sungguh sedih rasanya, kekayaan alam yang disediakan gratis oleh Tuhan buat kita, lagi-lagi harus lenyap karena keserakahan kita. Tak bisakah kita sekedar menikmati keindahannya melalui gambar saja tanpa harus memilikinya ?
Andai kata anda benar-benar ingin memilikinya, tolong pastikan itu adalah hasil budidaya, bukan hasil perambahan di alam. Tolong pelajari dulu sifatnya, cara perawatannya sehingga anggrek tersebut bisa tumbuh dengan baik, bukannya mati. Jika memang suatu saat anggrek itu sudah tak bisa ditemui lagi di alam, aku berharap masih bisa menemuinya di taman koleksi Anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar