Minggu, 24 Oktober 2010

Keberadaan Kukang Jawa di TNGGP


Sebagai kawasan hutan hujan pegunungan, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dikenal memiliki berbagai jenis keanekaragaman hayati, salah satunya adalah primata. Sudah lama diketahui bahwa kawasan TNGGP merupakan habitat dari lima jenis primata yaitu owa jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798), surili (Presbytis comata), lutung (Trachypithecus auratus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan kukang jawa (Nyticebus javanicus).
Empat jenis primata yang disebutkan pertama adalah jenis primata yang umum ditemukan di hampir seluruh kawasan hutan taman nasional dan memilki data-data penunjang yang sudah relatif lengkap. Sedangkan untuk jenis primata yang terakhir yaitu kukang (Nyticebus javanicus) belum memiliki data yang lengkap bahkan mungkin pula keberadaannya di kawasan hutan TNGGP belum diketahui oleh masyarakat luas.
Mengenal Kukang
Kukang (Nyticebus javanicus) merupakan jenis primata terkecil yang hidup di TNGGP, dengan ukuran kepala hingga ekor sekitar 280 – 320 mm. Rambut yang tumbuh di sekujur tubuhnya sangat lebat dan halus dengan warna kelabu keputihputihan, pada punggung terdapat garis coklat melintang dari dari bagian belakang tubuh hingga dahi. Kukang juga merupakan satu-satunya primata nocturnal yang hidup di kawasan hutan TNGGP. Secara umum kukang adalah primata yang hidup di hutan tropis Indonesia, menyukai hutan primer dan sekunder, semak belukar dan rumpun-rumpun bambu. Kukang tersebar di Asia Tenggara. Di Indonesia kukang ditemukan di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Akan tetapi sampai saat ini belum ada data yang pasti dan akurat tentangjumlah populasi kukang di alam. Akan tetapi jika dilihat dari berkurangnya habitat kukang serta maraknya perburuan dan perdagangan illegal bisa dijadikan indikator bahwa keberadaan kukang di alam mengalami penurunan.
Di Indonesia kukang sudah dilindungi sejak tahun 1973 dengan Keputusan Menteri Pertanian tanggal 14 Pebruari 1973 No. 66/ Kpts /Um/2/1973. Perlindungan ini dipertegas lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang memasukan kukang dalam lampiran jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pasal 21 ayat 2, perdagangan dan pemeliharaan satwa dilindungi termasuk kukang adalah dilarang. Pelanggar dari ketentuan ini dapat dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta. Dengan adanya peraturan tersebut, maka semua jenis kukang yang ada di Indonesia telah dilindungi. Sementara itu badan konservasi dunia IUCN, memasukan kukang dalam kategori Vulnerable (rentan), yang artinya memiliki peluang untuk punah 10% dalam waktu 100 tahun. Sedangkan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora) memasukan kukang ke dalam apendix II. Manajemen Ahli taksonomi mengklasifikasikan kukang sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Primata
Sub Ordo : Strepsirrhini
Famili : Lorisidae
Genus : Nycticebus
Spesies : Nycticebus javanicus
Ciri morfologi untuk mengenali kukang antara lain terdapat lingkaran seperti cincin berwarna gelap yang mengelilingi matanya dan hidungnya berwarna putih. Ibu jari dan jari kaki yang besar bersifat perpendicular dengan jari-jari yang lain. Betina memiliki 2 pasang mammae yang terdapat pada bagian pectoral dan bagian bawah thoracic, selain itu juga terdapat vulva yang tertutup sampai pada masa estruss. Primate kecil ini memiliki warna rambut beragam dari kelabu, keputihan, kecoklatan hingga kehitam-hitaman. Pada pnggungnya terdapat garis coklat melintang dari belakang hingga dahi lalu bercabang ke dasar telinga dan mata. Panjang tubuh sekitar 19 – 30 cm dengan berat tubuh kurang dari 2 kg. Kukang tersebar di Asia Tenggara. Di Indonsia, hewan ini ditemukan di Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Kukang merupakan binatang nocturnal, arboreal. Si malu-malu ini hampir tidak pernah terlihat tidak berada di atas pepohonan. Primate kecil ini menyukai hutan primer dan sekunder, semak belukar dan rumpun-rumpun bambu. Malu-malu merupakan omnivore yang memakan serangga, anak burung, telur burung serta buah-buahan dan beberapa bagian tanaman. Saat berburu kukang bergerak dengan pelan agar mangsa tidak merasa ketakutan. Selanjutnya dia akan menangkap mangsanya dengan sangat cepat. Genggaman dari kaki belakang hewan ini sangat kuat sehingga sering dia mencari mangsa dengan bergelantungan kebawah dan menangkap mangsanya menggunakan tanganya. Kukang jantan hidup solitary dan memiliki wilayah teritorial yang ditandai dengan urinya untuk menghindari konflik dengan individu lainya. Jantan kukang juga memiliki wilayah jelajah yang dilengkapi dengan beberapa betina. Dalam wilayah jelajahnya, jantan kukang akan mengecek betina – betina yang ada dengan melihat urinya apakah betina dalam kondisi estrus. Primate kecil ini memiliki beberapa cara untuk berkomunikasi. Komunikasi yang dilakukan meliputi komunikasi visual, taktil, vocal / suara dan kimia / penciuman.
Mereka menggunakan bau urinya sebagai alat komunikasi untuk menandai daerah teritorinya. Contoh bentuk komunikasi visual dilakukan ketika mereka meminta kepeda individu lain untuk melakukan grooming. Individu yang meminta untuk grooming akan menyodorkan sebagian tubuhnya kepada lawanya. Contoh lain dari komunikasi visual dilakukan saat mereka bergelantungan dengan kaki di atas sebagai ajakan untuk bermain bersama. Contoh dari komunikasi taktil ketika mereka melakukan serangan kepada individu lain dan juga ketika melakukan grooming. Kukang tidak memiliki batasan musim kawin. Mereka dapat kawin sepanjang tahun. Dalam 1 kali kelahiran betina kukang menghasilkan 1 anak kukang. Kematangan seksual (pubertas) rata-rata di usia 18 bulan sedangkan jantan pada usia 17 bulan. Saat estrus dan siap untuk kawin, organ genitalia betina akan terlihat bengkak dan berwarna merah muda. Betina yang siap dibuahi akan memberkan signal dengan menggelantungkan tubuhnya. Masa kehamilan kukang selama 184 sampai 197 hari dan rata-rata selama 191 hari. Interval antara satu kelahiran rata-rata 16,2 bulan.
Peranan dan Manfaat Kukang

Kukang memiliki peran sangat penting terhadap ekosistem, terutama dalam menjaga keseimbangan dalam rantai makanan. Peran kukang adalah sebagai predator utamanya serangga sehingga kukang dapat berperan sebagai pengendali hayati bagi serangga – serangga phytophagus. Selain itu, perananya sebagai pemakan buah juga dapat membantu tanaman dalam pemencaran biji. Peran satwaliar (termasuk kukang) dalam ekosistem ini dianggap merupakan peran yang disandang secara alamiah (pentingnya keberadaan dan peranan kukang ketika diciptakan- menurut sebagian besar Konservasionis dan menurut religi).
Sedangkan diluar itu (bertentangan dengan faham konservasi, pemanfaatan yang berkelanjutan) tidak sedikit pula masyarakat yang menganggap bahwa kukang dapat dimanfaatkan secara ekonomi antara lain bulu-bulunya dapat dimanfaatkon oleh industri pakaian; perawakan kukang yang lucu dan menggemaskan dapat menjadi penghibur manusia sebagai hewan peliharaan; sebagai obat-obatan tradisional; daging kukang tersebut dipercaya sebagai obat yang bisa meningkatkan stamina laki-laki; juga bagian kukang seperti kerangka juga dipercaya memiliki kekuatan mistis untuk menolak bahaya dan membuat rumah tangga tenteram.
Pemanfaatan dengan tujuan ekonomi terhadap semua jenis satwa liar (termasuk kukang) secara langsung dengan memanen dari alam akan sangat mengancam kelestarian jenisnya, dan secara tidak langsung akan mengganggu rantai makanan dan pada akhirnya mengganggu pula keseimbangan ekosistem.  Pemanfaatan yang lebih bijaksana adalah melalui pengembangan penangkaran mengikuti prosedur dan peraturan yang berlaku.
Kukang Jawa di TNGGP
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Javan Slow Loris Conservation Project (2006) dari Universitas Indonesia maka diketahui bahwa populasi kukang di kawasan hutan TNGGP adalah sebagai berikut : dari 8 (delapan lokasi yang dijadikan tempat penelitian terdapat sekitar 15 jumlah kelompok kukang dengan jumlah individu sekitar 21 ekor.
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Biodiversitas & Konservasi Universitas Indonesia PSBKUI bekerjasama dengan Kelompok Studi Hidupan Liar COMATA ini merupakan survey perdana bagi keberadaan kukang di TNGGP dan hanya meliputi lokasi di Resort Bodogol pada Bidang Pengelolaan TN Wilayah III Bogor. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Jarot Arisona (2007) mengenai Studi Populasi, Perilaku Dan Ekologi Kukang Jawa (Nycticebus Javanicus Geoffroy, 1812) Di Kawasan Hutan Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jarot Arisona ini maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut sebagai data awal keberadaan Kukang Jawa (Nycticebus Javanicus Geoffroy, 1812) di kawasan TNGGP :
1. Survei kukang jawa di hutan Bodogol TNGGP dilakukan sebanyak 66 kali (29 kali di hutan primer & 37 kali di hutan sekunder).
2. Survei di hutan primer dilakukan pada tujuh jalur pengamatan sedangkan di hutan sekunder dilakukan pada enam jalur transek.
3. Pengulangan survei dilakukan sebanyak tiga sampai empat kali untuk setiap transek.
4. Kukang jawa tidak tersebar merata. Ada individu-individu yang hidup dalam satu daerah jelajah sendiri dan ada individu-individu yang daerah jelajahnya saling tumpang tindih (overlap) satu sama lain.
5. Kepadatan kukang jawa di hutan primer lebih rendah (4,29 individu/km2) dibandingkan dengan kepadatan kukang jawa di hutan sekunder (12,16 individu/km2).
6. Komposisi kukang jawa yang diteramati di hutan primer dan di hutan sekunder menunjukkan bahwa jumlah individu dewasa lebih banyak daripada individu muda.
7. Kukang jawa dapat dijumpai sebagai individu soliter maupun sebagai kelompok.
8. Setiap kelompok kukang yang dijumpai terdiri dari dua individu dengan komposisi masing-masing kelompok bervariasi yaitu pasangan yang terdiri atas 1 individu jantan dewasa dengan 1 individu betina dewasa atau pasangan yang terdiri atas 2 individu pradewasa atau betina dewasa dengan bayinya.
9. Kukang jawa lebih sering menunjukkan respon netral (58,33%) daripada respon negatif (41,67%). Hal tersebut dapat menjadi indikasi bahwa gangguan manusia di hutan Bodogol masih rendah.
10. Pola aktivitas kukang jawa di hutan primer berbeda nyata dengan pola aktivitas kukang di hutan primer.
11. Kukang betina lebih aktif daripada jantan.
12. Meski pergerakannya lambat, kukang memiliki berbagai macam posture pergerakan dengan persentase sebagai berikut, sit 24%, climb down 12%, sleeping ball 12%, quadropedal walk 10%, upside down quadropedal walk 10%, climb up 9%, quadropedal stand 6%, bridge 6%, quadropedal hang 5%, bipedal hang 4%, tripedal hang 2%.
13. Kukang jawa paling sering menggunakan ranting atau cabang berdiameter 5—10 cm (36,11%), selanjutnya ranting kecil berdiameter <1cm (25%), cabang atau batang berdiameter >10 cm (22,22%), ranting besar berdiameter 1—5 cm (13,89%), dan liana (2,76%).
14. Tingkat vegetasi yang digunakan adalah tingkat tiang diameter 5-35 cm (52,78%), pohon diameter >35cm (30,56%), dan pancang diameter 5-10 cm (16,67%).
15. Jenis pohon yang teramati digunakan kukang jawa untuk beraktivitas adalah Rasamala (Altingia excelsa), Pinus (Pinus perkusii), Pasang (Quercus lineata), Rotan (Calamus sp.), Mangong (Macaranga rhizinoides) dan Kaliandra (Caliandra calothryrsus).
Kukang Terancam Punah
Berdasarkan suvey dan monitoring yang dilakukan ProFauna sejak tahun 2000 hingga 2006, diperkirakan setiap tahunnya ada sekitar 6000 hingga 7000 ekor kukang yang ditangkap dari alam di wilayah Indonesia untuk diperdagangkan. Ini menjadi ancaman serius bagi kelestarian kukang di alam, mengingat perkembangbiakan kukang cukup lambat, yaitu hanya bisa melahirkan seekor anak dalam satu tahun setengah. Permasalahan lain adalah belum adanya data ilmiah yang pasti mengenai populasi liar kukang di alam. Kukang yang aktif di malam hari dengan pergerakannya yang lambat membuat sangat sulit untuk menemui kukang di alam. Anehnya para penangkap kukang dengan mudah bisa menemukan kukang di alam. Dikuatirkan tanpa disadari populasi kukang di alam akan turun drastis akibat penangkapan untuk diperdagangkan. Meski kukang telah dilindungi, namun upaya penegakan hukumnya mesti ditingkatkan. Perlindungan di tingkat internasional yang lebih ketat dengan memasukan kukang ke dalam apendix I CITES akan membantyu kukang untuk tetap lestari. Karena kukang telah dilindungi oleh undang-undang Republik Indonesia, maka sudah sepatutnya pemerintah Indonesia juga mendukung upaya menaikan status kukang untuk masuk dalam apendix I CITES. Dengan demikian perdagangan internasional kukang tidak akan boleh lagi hasil penangkapan dari alam.
[ teks & gambar © TNGGP | 022010 | lenni ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar